Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Dalam Islam dilarang mengobati sihir dengan sihir atau dengan mendatangi dukun, karena dukun hanyalah mengusir syaithan sihir dengan syaithan sihir yang lain. Maka, ibarat mengusir maling dengan meminta bantuan perampok atau penjarah.
Ibnul Jauzi (wafat th. 597 H) rahimahullah berkata: “Nusyrah adalah membuka sihir dari orang yang terkena sihir, dan hampir tidak ada orang yang mampu melakukannya kecuali oleh orang yang mengetahui sihir.” [1]
Dari Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu anhuma, ia berkata: “Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang nusyrah, maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
هُوَ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ.
‘Nusyrah itu termasuk perbuatan syaithan.’” [2]
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah (wafat th. 751 H) rahimahullah menjelaskan: “Nusyrah adalah penyembuhan terhadap seseorang yang terkena sihir. Caranya ada dua macam:
Pertama: Dengan menggunakan sihir pula, dan inilah yang termasuk perbuatan syaithan.
Kedua: Penyembuhan dengan menggunakan ruqyah, ayat-ayat ta’awwudz (perlindungan), obat-obatan, dan do’a-do’a yang diperkenankan. Cara ini hukumnya jaiz (boleh).” [3]
Para ulama telah sepakat untuk membolehkan ruqyah dengan tiga syarat, yaitu:
1. Ruqyah itu dengan menggunakan firman Allah Azza wa jalla atau Asma’ dan Sifat-Nya atau sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
2. Ruqyah itu harus diucapkan dalam bahasa Arab, diucapkan dengan makna yang jelas dan dapat difahami maknanya.
3. Harus diyakini bahwa bukanlah zat ruqyah itu sendiri yang memberikan pengaruh, tetapi yang memberikan pengaruh itu adalah kekuasaan Allah Azza wa Jalla, sedangkan ruqyah hanya merupakan salah satu sebab saja. [4]
Apabila seseorang terkena sihir, santet, guna-guna, kesurupan jin dan lainnya, maka hendaklah ia berikhtiyar sesuai dengan syari’at dan mencari obatnya dengan usaha yang maksimal. Dalam usaha seorang hamba untuk mengobati penyakit yang diderita, haruslah memperhatikan dua hal:
Pertama, bahwa obat dan dokter hanya sarana kesembuhan sedangkan yang benar-benar menyembuhkan adalah Allah Azza wa Jalla.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, mengisahkan Nabi Ibrahim Alaihissallam:
وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ
“Dan apabila aku sakit, Dia-lah yang menyembuhkanku.” [Asy-Syu’araa’: 80]
Kedua, ikhtiyar tersebut tidak boleh dilakukan dengan cara-cara yang haram dan syirik. Di antara yang haram ini seperti berobat dengan menggunakan obat yang terlarang atau barang-barang yang haram, karena Allah tidak mengijinkan penyembuhan dari barang yang haram.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللهَ خَلَقَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ، فَتَدَاوَوْا وَلاَ تَتَدَاوَوْا بِحَرَامٍ.
“Sesungguhnya Allah menciptakan penyakit dan obatnya, maka berobatlah dan janganlah berobat dengan yang haram.” [5]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
إِنَّ اللهَ لَمْ يَجْعَلْ شِفَاءَكُمْ فِيْمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ.
“Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhan penyakit kalian pada apa-apa yang diharamkan atas kalian.” [6]
Langkah yang ditempuh oleh orang yang terkena sihir, guna-guna, santet dan lainnya hendaklah ia berobat dengan pengobatan syar’i dengan cara memakan 7 butir kurma ‘Ajwah (kurma Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) setiap pagi, minum habbatus sauda’ (jintan hitam), dibekam, dan diruqyah (dibacakan ayat-ayat Al-Qur-an dan do’a-do’a dari Sunnah Rasulullah (yang shahih), insya Allah, akan sembuh dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala. [7]
[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Po Box 7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni 2006M]
_______
Footnote
[1]. Lihat Fat-hul Majiid Syarah Kitaabit Tauhiid (hal. 341) tahqiq Dr. al-Walid bin ‘Abdurrahman bin Muhammad al-Furaiyan.
[2]. HR. Ahmad (III/294), Abu Dawud (no. 3868), al-Baihaqy (IX/351), al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan: “Sanadnya hasan.” Lihat Fat-hul Baari (X/233), disha-hihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Misykaatul Mashaabiih (no. 4553).
[3]. Lihat Fat-hul Majiid Syarah Kitaabit Tauhiid (hal. 343).
[4]. Lihat Fat-hul Baari (X/195), juga Fataawaa al-‘Allamah Ibnu Baaz (II/384).
[5]. HR. Ad-Daulabi dalam al-Kuna, dihasankan oleh Syaikh al-Albani t dalam Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 1633), dari Sahabat Abud Darda’ Radhiyallahu anhu.
[6]. HR. Al-Bukhari. Ibnu Hajar berkata, “Sanadnya shahih atas syarat al-Bukhari dan Muslim.” Lihat Fat-hul Baari (X/78-79), dari Sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu dan dimaushulkan oleh at-Thabrani dalam Mu’jamul Kabir (IX/345 no. 9714-9717).
[7]. Tentang pengobatan sihir dan guna-guna serta lainnya, lihat Buku Do’a dan Wirid Mengobati Guna-Guna dan Sihir Menurut al-Qur-an dan as-Sunnah oleh penulis.
**| republished by Lentera Kabah
Lentera Kabah
No comments