JAKARTA–Detik-detik eksekusi mati Freddy Budiman cs, di Nusakambangan, Cilacap Jawa Tengah, Jumat (29/7) dini hari, sekitar pukul 00.20, diguyur hujan deras, disertai petir dan angin kencang. Para terpidana mati kasus narkoba tersebut dihukum mati dengan cara ditembak.
Dengan pengawalan aparat kepolisian, warga tetap antusias dan bertahan di Dermaga Wijayapura untuk menyaksikan jenazah para terpidana mati untuk segera dimakamkan ke daerahnya masing-masing dengan menggunakan ambulance.
Sebelum dieksekusi, Freddy berpesan pada kuasa hukumnya, Untung Sunaryo, agar saat meninggal nanti dapat disemayamkan di Surabaya. Kota itu dipilih menjadi lokasi peristirahatan terakhir karena ia lahir di ibu kota Jawa Timur.
“Pada hakikatnya Freddy ini betul-betul sudah siap, taubat nasuha betul, sudah melepaskan semua kehidupan duniawinya. Dia pasrah pada Allah SWT, kemudian dia pesan minta dimakamkan di Surabaya, tanah kelahirannya,” ujar Untung seperti dilansir CNNIndonesia.com, Rabu (27/7).
Keinginan Freddy akhirnya terkabul. Usai timah panas menerjang tubuhnya, Freddy segera dibawa ke Surabaya untuk dimakamkan di sana. Jelang eksekusi mati, sebelum ajalnya menjemput, Freddy menggunakan busana gamis putih lengkap dengan peci hitam. Sejak menjadi muallaf, dan mendekam di LP Gunung Sindur, Freddy terlihat mulai berubah dari tampilannya yang dulu. Ia tampil lebih rapi dan rajin beribadah.
Sebelum dieksekusi mati, Freddy sempat mengabadikan gambar dirinya dengan anak laki-lakinya. Dalam pertemuan terakhir dengan anaknya, tak ada tangis dan haru.
Seharusnya Freddy dieksekusi mati (terpidana narkotik) saat gelombang kedua, pertengahan tahun lalu. Tapi, ia lolos karena mengajukan Peninjauan Kembali atas kasusnya ke Mahkamah Agung.
Setahun berselang, Freddy mendapatkan fakta jika permohonan PK-nya ditolak. Grasi yang ia ajukan pun dimentahkan. Usai penolakan itu, Freddy kembali ke LP Batu, Nusakambangan. Di sana, ia hidup hingga ajal menjemput dinihari tadi.
Terbetik kabar, ketika pindah dari LP Salemba ke LP Gunung Sindur, dia hanya membawa Alquran dan pakaian. Selama di Gunung Sindur, Freddy jarang dikunjungi. Jika pun ada, anaknya yang datang berkunjung.
Ada yang berbeda dengan tampilan Freddy Budiman di Lembaga Pemasyarakatan Gunung Sindur, Kabupetan Bogor. Freddy tampak lebih rapi, santun, dan tidak berulah. Saban hari sebagian waktunya diisi dengan shalat dan mengaji.
“Freddy sejak kecil sudah Islam. Dia mengaku umur delapan tahun sudah masuk Islam. Di riwayat pengadilan juga Islam,” kata Kepala Sub-Direktorat Komunikasi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, Akbar Hadi (23/1).
Hal serupa dikemukakan Kepala Lapas Gunung Sindur, Gumelar. “Kehidupan sehari-hari Freddy di sini baca Alquran, shalat. Selalu ikut shalat Jumat. Dia juga sopan sama petugas, enggak pernah macam-macam,” ujarnya.
Selama beberapa kali razia dilakukan dalam Lapas, kata Gumelar, Freddy juga tak pernah kedapatan membawa ponsel dan benda-benda berbahaya, termasuk narkotik.
**| republished by Lentera Kabah
Lentera Kabah
No comments