DIRUSAKNYA vihara di Tanjung Balai semalam sedikit-banyak membuat situasi setempat memanas. Apapun suku dan agama kita, saya yakin kita semua mengutuk kejadian ini. Namun, tentu saja, setiap kejadian tidak pernah berdiri terpisah. Ada kaitannya. Ada pemicunya. Saya tidak ingin membahas soal itu lebih jauh. Sebaliknya, saya malah ingin mengajukan pertanyaan ini:
– Benarkah dunia Cina dan dunia Islam itu berseberangan?
– Benarkah tidak ada titik temu antara keduanya?
Untuk mengetahui jawabannya, mari kita simak tulisan ini. Dengan segala hormat, mohon disimak sampai selesai ya…
Sekitar 10 tahun yang lalu, seorang motivator kondang pernah mengingatkan saya, “Akan hadir (lagi) dua kekuatan besar di muka bumi ini, yaitu Cina dan Islam.” Selang beberapa tahun, kita melihat bangsa Cina (Tiongkok) melesat secara ekonomi. Penganut Islam pun meningkat secara jumlah, terutama di Eropa juga Amerika. Yang sebenarnya terdapat pertautan antara Cina dengan Islam. Dan ini bukan barang baru. Saya pun sudah menulis soal ini di buku 7 Keajaiban Rezeki (ditulis tahun 2008, dirilis tahun 2010).
Pesan Khalifah ke-3
– Sejarah merekam, Khalifah ke-3, Usman RA pernah mengutus rombongan diplomatik ke Cina (Tiongkok) sebanyak 60 orang yang dipimpin oleh Saad bin Abi Waqqash. Alhamdulillah saya sempat berziarah ke makamnya di Cina, kendati ada beda pendapat soal kebenaran makam ini.
– Ada pepatah Arab yang berbunyi, “Tuntutlah ilmu walau ke negeri Cina.” Sebagian orang menyebut ini hadis. Terlepas itu pepatah atau hadis, mungkinkah Khalifah Usman RA mengutus rombongan ke Cina karena terinspirasi kalimat ini?
– Salah satu sumbangsih bangsa Cina pada dunia Islam adalah kertas, di mana kemudian berdirilah pabrik kertas di Baghdad pada abad ke-8. Dan ini merupakan pabrik kertas pertama di dunia.
– Menurut pakar studi Islam dari Universitas Hawaii, Prof James Frankel, diduga ada lebih dari 100 juta Muslim di Cina saat ini, yang sebagian besar merupakan etnis Hui. Sekedar informasi, Prof James Frankel dibesarkan dalam keluarga Yahudi.
– Semasa Dinasti Abbasiyah, beberapa komunitas Islam menetap di Cina. Seiring perjalanan waktu, orang-orang Islam di Cina disebut sebagai orang Hui Hui, yaitu pengikut Nabi Muhammad. Ini menurut Isaac Mason. Btw, masih ingat soal Jalur Sutra yang mempertemukan Cina dan Timur Tengah?
Antara Cheng Ho & Columbus
– Berbagai bukti sejarah menunjukkan bahwa penyebar agama Islam di Nusantara berasal dari Arab, Gujarat, dan Cina (Tiongkok).
– Penyebar agama Islam yang terkenal dari Cina adalah Laksamana Cheng Ho (Zheng He). Menurut Matt Rosenberg, ekspedisi laut Cheng Ho dihelat puluhan tahun lebih awal ketimbang tiga pelaut kebanggaan Barat, yaitu Christopher Columbus, Vasco da Gama, dan Ferdinand Magellan. Tercatat, Cheng Ho tujuh kali melawat Nusantara. Jelas sudah, Cheng Ho bukan penjelajah ecek-ecek.
– Lahir di Provinsi Yunan, Cheng Ho dibesarkan dalam keluarga Muslim dan ayahnya sudah berhaji. Jelas sudah, Cheng Ho bukan muslim ecek-ecek. Bukan pula muslim KTP. Wong, saat itu belum ada KTP, hehehe.
– Ketika ke Samudera Pasai, Cheng Ho sempat memberi lonceng besar Cakra Donya kepada sultan setempat, yang kini tersimpan di museum di Banda Aceh. Alhamdulillah, saya pribadi pernah berkunjung ke Samudera Pasai, lokasi kerajaan Islam pertama di Indonesia.
– Ketika ke Cirebon, Cheng Ho sempat memberi piring bertulis Ayat Kursi kepada sultan setempat, yang kini tersimpan di Keraton Kasepuhan Cirebon. Di antara kita pasti banyak yang pernah berkunjung ke sana.
Pesan Presiden Ke-3
– Di Museum Mojokerto (pusat Majapahit zaman dulu) diceritakan, penduduk Jawa zaman dulu berkulit sawo matang dan kebanyakan beragama Hindu juga Buddha. Adalah pedagang-pedagang dari Cina yang memperkenalkan Islam kepada mereka. Berkunjung ke museum ini, alhamdulillah sedikit-banyak saya dipahamkan soal penyebaran agama Islam di Tanah Jawa.
– Pantaslah BJ Habibie, presiden ke-3 Indonesia, menyimpulkan, anugerah terbesar bangsa Cina untuk Indonesia adalah agama Islam. Sebagian orang kadang meremehkan pendapat BJ Habibie yang kemudian dikutip oleh Republika ini. Padahal beliau sudah mendirikan Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang dari situ kemudian berdirilah Bank Muamalat, Asuransi Takaful, dan Dompet Dhuafa. Anda-Anda yang protes sudah mendirikan apa? Hehehe.
– Anda muslim? Bukan mustahil itu karena interaksi orang-orang Cina terdahulu dengan nenek moyang Anda.
– Pernah pakai baju muslim? Baju koko dan topi koko yang jelas-jelas asli Cina sekarang dianggap baju Muslim khas Indonesia.
Antara PITI & VOC
– Menurut Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI), dulu VOC tidak menyukai keberadaan Muslim Tionghoa di Nusantara. Dalam perjalanannya, PITI sempat berubah nama menjadi Pembina Iman Tauhid Islam.
– Politik pecah-belah ala Belanda berusaha memisahkan non-pribumi dengan pribumi, di mana ini terlihat dalam Regeringsreglement, adanya tiga golongan besar, yaitu Europeanen (golongan Eropa), Vreemde Oosterlingen (Timur Asing), dan Inlander (pribumi).
– Pertumbuhan Muslim Tionghoa di Indonesia semakin pesat, khususnya di Jakarta, Surabaya, dan Semarang. Lagi-lagi, ini menurut PITI.
– Di Jakarta, beberapa masjid diyakini dirintis oleh tokoh-tokoh Cina yang tinggal di Betawi ratusan tahun yang silam. Salah satunya Masjid Kebun Jeruk di Jalan Hayam Wuruk, yang dilindungi pemerintah sebagai cagar budaya.
Antara Islam & Cina
– Agama Islam dan etnis Cina, keduanya sama-sama menekankan pentingnya bakti kepada orangtua dan leluhur.
– Keduanya sama-sama menekankan pentingnya merantau dan menuntut ilmu.
– Keduanya sama-sama menekankan pentingnya perdagangan dan kemakmuran.
– Jadi, benarkah dunia Cina dan dunia Islam itu berseberangan? Setelah membaca tulisan ini, saya yakin sebagian kita akan berpikir ulang.
– Jadi, benarkah Cina itu pasti kafir atau Cina itu pasti jahat. Ini adalah kesimpulan yang terburu-buru, tanpa ilmu, dan sangat keliru.
– Kalaupun beda keyakinan, bukan berarti kita hidup saling bermusuhan dan penuh kecurigaan. Bukankah kita diciptakan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar saling mengenal? Bukan saling menjegal.
– Bagi Muslim, jika dirimu yakin dengan kebaikan agamamu, maka buktikan itu dengan akhlakmu. Orang luar belum bisa melihat dalil-dalilmu. Yang mereka lihat hanya akhlakmu juga manfaatmu.
Maka, tunjukkan itu. Apalagi kita sama-sama tahu, tak satu pun ayat yang menyuruh Muslim untuk membenci etnis atau agama tertentu.
Antara Keadilan & Ketegasan
– Di sini, saya tidak menganjurkan kita kehilangan ketegasan. Menurut saya, boleh tegas dan harus tegas. Namun juga harus adil.
– Sekiranya pemerintah Tiongkok melampaui batas terkait konflik Laut Cina Selatan, silakan pemerintah kita bersikap tegas. Lawan! Ini soal NKRI, Bung!
– Sekiranya di negeri ini ada etnis Cina yang korup dan ngemplang, silakan pemerintah kita bersikap tegas. Demikian pula etnis lainnya. Adil! Ini negara hukum, Bung!
– Tentulah masing-masing kita menyadari bahwa Indonesia akan terasa lebih indah, bahkan amat indah, kalau kita semua mau hidup berdampingan tanpa kecurigaan. Damai dan adil, adakah yang lebih indah daripada itu?
Pengalaman Pribadi
Sebagai penutup, izinkan saya menyampaikan pengalaman pribadi saya. Sedikit-banyak, saya mengenal etnis Cina sejak lama. Kebetulan atau tidak, nenek saya dan nenek istri saya keturunan Cina (Tionghoa), walaupun terhitung rada jauh dari segi silsilah. Saya pun belajar 9 tahun di sekolah yang setengah siswa-siswanya beretnis Cina, demikian pula guru-guru di sekolah itu.
Ketika saya kuliah dan kesusahan di Malaysia, tak disangka-sangka, saya dibantu oleh seorang Chinese berkebangsaan Malaysia. Julian namanya. Meski beda etnis dan beda kebangsaan dengan saya, namun itu tidak menghalangi kebaikannya kepada saya. Semoga Yang Maha Kuasa selalu merahmati beliau dan keluarganya. Namun hal sebaliknya juga pernah terjadi, di mana seorang Chinese mencurangi bisnis saya.
Apa hikmahnya? Jelas tho, perbuatan baik atau buruk, itu soal orangnya. Bukan soal etnisnya. Apa pendapat teman-teman? []
Sumber: https://www.facebook.com/notes/ippho-santosa-tim-khalifah/cina-islam/1164173943640287
**| republished by Lentera Kabah
Lentera Kabah
No comments