Sekolah Islam Terpadu (SIT) menjadi salah satu solusi dalam dunia pendidikan di negara ini. Tak hanya menyodorkan topnya sisi akademik tapi juga pendidikan karakter. Sayangnya, sejumlah pihak agak dibuat pusing dengan biaya pendidikan di SIT yang konon melangit.
Ketua Yayasan Pendidikan dan Pemberdayaan Umat Nurul Fikri, Fahmy Alaydroes mengungkapkan tentang biaya pendidikan yang mahal itu. “Mahal itu relatif,” kata Fahmy.
Berikut wawancara BersamaDakwah.net dengan Ketua Pembina JSIT-Indonesia itu di Depok, Sabtu (26/11/2016).
Bagaimana pandangan Anda tentang biaya pendidikan di Indonesia?
Semua aktivitas sekolah, apapun bentuk dan format sekolah itu, pasti berbiaya. Apalagi kalau sekolahnya kaya akan program dan kegiatan. Apalagi kalau sekolahnya dengan infrastruktur dan fasilitas yang lengkap.
Komponen biaya sekolah yang paling besar (setidaknya sampai 65%) ada pada pos sumber daya manusia (terutama guru). Kehadiran guru mutlak, faktor utama terjadinya proses pembelajaran. Hal-hal lain pelengkap dan penunjang.
Biaya-biaya yang dimaksud meliputi tenaga, waktu, kemahiran, fasilitas, kegiatan, perlengkapan dan kelengkapan bahan ajar, infrastrukur dsb. Semua itu pasti dan wajib ada. Artinya, menyelenggarakan sekolah, apalagi sekolah yang bermutu pasti berbiaya (tinggi).
Persoalannya adalah siapa yang membiayai semua itu?
Ada model sekolah yang seluruhnya dibiayai negara: itu sekolah negeri. Ada model sekolah yang dibiayai oleh para donatur atu muhsinin melalui LAZ. Itu sekolah gratis bagi mustadh’afin.
Ada sekolah yang dibiayai oleh laba dari aktivitas usaha-usaha bisnis. Ortu siswa membayar murah/gratis.
Ada sekolah yang dibiayai oleh para guru, yang bersedia dibayar murah atau bahkan tidak dibayar. Sehingga ortu atau siswa tidak membayar atau membayar murah.
Ada sekolah yang dibiayai penuh oleh orangtua, mereka rela membayar gaji guru dan semua biaya kegiatan dan fasilitas sekolah demi kemaslahatan anak-anak mereka.
Bagaimana dengan Sekolah Islam Terpadu?
Saya melihat, sekolah-sekolah Islam Terpadu kebanyakan dibiayai oleh berbagai pihak secara bersama, dengan porsi yang berbeda-beda di setiap sekolah.
Sekolah Islam Terpadu umumnya mendapat sumber pembiayaan dari berbagai pihak:
– Dari pengurus yayasan yang bersedia mengelola tanpa dibayar, bahkan seringkali ikut nombok.
– Dari guru yang qana’ah menerima gaji/kompensasi yang tidak cukup layak.
– Dari kontribusi para orangtua siswa via SPP dan uang lainnya.
– Dari aktivitas usaha yayasan.
– Dari bantuan pemerintah dalam bentuk BOS atau hibah lainnya.
– Dari muhsinin..
Jadi, apakah SIT adalah sekolah ‘mahal’ ?
Tergantung sudut tinjau kita. Tentu saja, sejumlah ortu yang memiliki pendapatan/penghasilan yang terbatas akan ‘merasakan’ beban yang berat bila biaya sekolah putra atau putri mereka sepenuhnya/sebagian besarnya harus mereka yang tanggung. Tapi, ortu yang berkecukupan, merasa baik-baik saja.
Jadi, ‘mahal’ itu relatif. Apalagi, maaf, bila kita hitung biaya per unit yang lebih mikro. Katakanlah SPP per bulan satu juta rupiah. Wow mahal banget?! Tapi kalau kita breakdown, sesungguhnya biaya sejuta itu artinya, 50 ribu rupiah sehari. Sabtu atau Ahad libur. Dengan 50 ribu rupiah sehari putra-putri kita mendapatkan pendidikan dunia akhirat selama 8 jam.
Lentera Kabah
No comments