logo blog

Zakat Hadiah: Ada atau Mengada-ada?

Zakat Hadiah: Ada atau Mengada-ada?


zakat hadiah uang

Pertanyaan:

Bismillah.

Assalamu’alaikum. Ustadz, mau tanya. Apabila seseorang mendapatkan hadiah mobil baru secara gratis dari suatu perusahaan komunikasi, berarti wajib mengeluarkan zakat hadiah ya Ustadz? Kemudian bagaimana ketentuan besar zakat yang harus dikeluarkan?

Jazakallahu khairan.

Dari: Muhammad Sutrisno

Jawaban:

Wa’alaikumussalam

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Istilah zakat hadiah mulai marak, seiring dengan maraknya zakat profesi. Dengan menjamurnya lembaga amil zakat di negeri kita, mereka berlomba menarik simpati banyak masyarakat untuk turut menyalurkan zakat melalui lembaga mereka. Namun sayangnya, semangat ini tidak diimbangi dengan semangat mengajarkan umat untuk memahami fikih zakat yang sejatinya. Akibatnya, mereka membuat konsep zakat yang sama sekali tidak pernah dikenal di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, masa sahabat, tabiin, bahkan di zaman para penulis hadis sekalipun.Salah satunya perhitungan zakat hadiah.

Menurut lembaga amil zakat berkaliber nasional di negara kita, perhitungan zakat hadiah sebagai berikut:

Nisab Hadiah      : Tdk Memiliki Nisab

Haul                       : Ketika Menghasilkan

Kadar                    : 2,5 %, 5-10 %, dan 20 %

2,5 %                     : Jika cara memperolehnya memerlukan keterlibatan secara penuh baik tenaga / pikiran.

5% – 10 %            : Jika cara memperolehnya minim keterlibatannya secara penuh

20 %                       : Jika cara memperolehnya tidak terduga- duga

Anda yang memahami fikih zakat akan geleng kepala. Merasa aneh, melihat baru kali ini ada perhitungan zakat yang menerapkan  teori relatifitas. Dan sekali lagi, sesuatu yang tidak terukur, jelas bukan bagian dari syariat. Mungkin maksud lembaga ini, mengqiaskan masing-masing kasus dengan 3 model perhitungan zakat: zakat harta (2,5%), zakat pertanian (5 atau 10 %), dan zakat untuk rikaz (20 %).
Analogi yang Keliru tentang Zakat Hadiah

Tentu saja analogi semacam ini model analogi yang  tidak dibenarkan. Qiyas ma’al fariq, analogi yang tidak sejalan. Menganalogikan hadiah sebagaimana hasil pertanian atau rikaz, yang jelas keduanya jauh berbeda. Sebagaimana kaidah baku yang berlaku,

لا يجمع بين متفرق ولا يفرق بين مجتمع

“Tidak boleh menyamakan dua hal yang berbeda dan membedakan dua hal yang sama”.

Kaidah ini disebutkan oleh al-Bukhari dalam Shahih-nya, ketika membuat judul bab untuk hadis tentang surat Abu Bakar yang isinya rincian nishab zakat hewan ternak.
Apa itu Rikaz dan Berapa Zakat Rikaz?

Rikaz secara bahasa diambil dari kata: Ar-Rakzu [Arab: الرَّكز ], yang artinya terpendam. (Lisanul Arab, 5:355).

Dalam Tabyin al-Haqaiq dinyatakan,

اسْمٌ لِمَا يَكُونُ تَحْتَ الْأَرْضِ خِلْقَةً أَوْ بِدَفْنِ الْعِبَادِ

Istilah untuk harta/benda yang tersimpan di dalam tanah, baik sejak awal atau dikubur manusia. (Tabyin al-Haqaiq, 3:414)

 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEii5lLJ2x8C72VHG5DJ7depK7ZSPu06FohdeJnRdNkYag3K7gIFJgEwbgu6kq7pifg-TBygIaFEXbpNFIcIJgoJbGPEn2PwtnoWc30Sbg9-yMTN-y5HxJqNlHAB6QTVxq9HJxjrTr8y9h41/s1600/hadiah+mobill.jpg

As-Syaukani mengutip keterangan Imam Malik tentang Rikaz,

قال مالك: الأمر الذي لا اختلاف فيه عندنا، والذي سمِعْت أهل العلم يقولون: إِنّ الرّكاز إِنما هو دَفْنٌ يوجد من دفن الجاهلية، ما لم يُطلَب بمال، ولم يُتكلَّف فيه نفقة، ولا كبير عمل، ولا مؤنة. فأمّا ما طُلِب بمال وتُكلِّف فيه كبير عمل فأُصيب مرّة وأخُطِئ مرّة؛ فليس بركاز

Imam Malik mengatakan: Keteragan yang tidak diperselisihkan di antara kami (ulama sezaman beliau), dan yang saya dengar dari para ulama, mereka menjelaskan: ‘Rikaz adalah harta temuan yang dulu pernah dikubur di masa jahiliyah (masa silam), yang diperoleh tanpa modal harta dan tanpa mengeluarkan banyak biaya, juga tidak dilakukan dengan kerja keras dan modal besar. Sementara benda yang digali dengan modal harta atau membutuhkan usaha keras, terkadang berhasil dan terkadang gagal, bukan termasuk rikaz.’  (ar-Raudhatun Nadiyah, 1:215).

Al-Bukhari dalam kitab shahihnya juga mengutip keterangan Imam Malik,

وَقَالَ مَالِكٌ، وَابْنُ إِدْرِيسَ: ” الرِّكَازُ: دِفْنُ الجَاهِلِيَّةِ، فِي قَلِيلِهِ وَكَثِيرِهِ الخُمُسُ وَلَيْسَ المَعْدِنُ بِرِكَازٍ

Imam Malik dan Imam Ibnu Idris (Imam As-Syafii, nama aslinya: Muhammad bin Idris): “Rikaz adalah harta yang dipendam masyarakat jahiliyah (harta karun), baik sedikit maupun banyak, zakatnya seperlima (20%). Sedangkan barang tambang, bukan termasuk rikaz. (Shahih Bukhari, 2:129).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menetapkan zakat rikaz 20%. Sebagaimana keteragan Ibn Abbas:

جَعَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الرِّكَازِ الخُمُسَ

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menetapkan: zakat untuk rikaz adalah seperlima (20%). (HR. Bukkhari, 2:129).

Dan zakat Rikaz dikeluarkan tanpa mengikuti aturan haul, sehingga zakatnya dibayarkan ketika seseorang mendapatkan rikaz (harta karun).
Hadiah = Rikaz?

Untuk menentukan jawabannya, kita perlu memahami makna hadiah.

Diantara bentuk pemberian harta kepada orang lain ialah hadiah. Yang namanya memberi hadiah, hampir semua masyarakat mengenalnya. Saya dan Anda pasti pernah memberi atau menerima hadiah. Dan kita menyadari, hadiah itu tidaklah kita berikan kepada sembarang orang, apalagi orang yang belum kita kenal. Hanya orang-orang spesial yang akan mendapatkan hadiah dari kita.

Kita punya harapan lain melalui hadiah yang kita berikan. Kita berharap dengan hadiah akan meningkatkan keeratan hubungan antara kita dengan penerima. Demikianlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengartikan makna hadiah dalam kehidupan masyarakat. Sebagaimana dinyatakan dalam sabdanya:

تَهَادُوا تَحَابُوا

“Hendaknya kalian saling memberi hadiah niscaya kalian saling cinta mencintai.”  (HR. Bukhari dalam kitab al-Adab al-Mufrad no. 612, dan dinilai hasan oleh Al-Albani).

Karena itu, hadiah bisa didapatkan karena prestasi, atau karena jasanya kepada masyarakat, atau semata karena kecintaan, dan semacamnya.

Setelah memahami definisi di atas, kita akan sangat kesulitan untuk menemukan titik kesamaan antara rikaz dengan hadiah, selain sama-sama diperoleh tanpa modal. Namun sisi kesamaan ini belumlah cukup untuk menganalogikan zakat hadiah dengan zakat rikaz, karena sisi perbedaan yang sangat banyak antara hadiah dengan rikaz.
Cara Menghitung Zakat Hadiah yang Benar

Setelah hadiah diterima oleh seseorang, tidak ada yang membedakan antara hadiah dengan harta lain yang dia miliki. Karena itu, perhitungan zakat hadiah sama dengan perhitungan zakat harta: harus memenuhi nishab dan telah berlalu haul (dimiliki selama setahun)

Imam Ibn Baz pernah ditanya tentang emas hadiah, apakah ada zakatnya? Beliau menjawab:

نعم، إذا حال الحول على الهدية وهي تبلغ النصاب وجبت الزكاة فيها، فإذا أهدى إنسان إلى إنسان ما يبلغ النصاب من الذهب أو الفضة وحال عليها الحول وجب عليه الزكاة؛ لأنه صار ماله بالهدية إذا قبلها صارت مالاً له، فإذا حال الحول بعد قبوله الهدية وقبوله لها، فإنه يزكي الهدية سواءٌ كانت ذهباً أو فضةً أو مالاً آخر نوى به التجارة والبيع

Ya, jika telah dimiliki selama satu hal dan mencapai nishab maka wajib zakat. Ketika seseorang memberi hadiah kepada orang lain, harta senilai nishab, baik emas maupun perak dan telah haul (dimiliki selama setahun) maka wajib zakat. Karena harta ini telah menjadi miliknya sebagai hadiah, yang ketika dia terima, telah menjadi hartanya. Apabila telah memenuhi haul setelah dia terima hadiah itu maka dia wajib mengeluarkan zakat hadiah baik berupa emas atau perak atau harta lainnya yang diniatkan untuk diperdagangkan.

[http://www.binbaz.org.sa/mat/13572]

Keterangan:

Maksud keterangan beliau: “harta lainnya yang diniatkan untuk diperdagangkan” : harta selain emas, perak, dan uang tunai, tidak masuk masuk perhitungan harta zakat. Kecuali jika harta itu diniatkan untuk dijual. Misalnya, orang mendapatkan hadiah mobil. Jelas hadiah ini mencapai nishab. Apakah mobil ini masuk perhitungan zakat? Ini kembali pada niat penerima hadiah. Jika dia tidak ingin ingin menjual mobil itu, namun hanya untuk dipakai, maka dia mobil itu tidak wajib dizakati. Baru akan dizakati, jika dia berniat untuk menjualnya.
Bukan Memotivasi untuk Pelit

Tulisan ini bukan untuk memotivasi pembaca untuk bersikap pelit. Akan tetapi kita sepakat bahwa zakat statusnya sebagaimana ibadah lainnya. Di sana ada rukun dan syarat. Tanpa memenuhi rukun dan syaratnya, kita bisa memastikan bahwa ibadah itu tidak memenuhi kriteria untuk dianggap sah.

Memotivasi orang untuk zakat.. dan zakat… adalah motivasi yang baik. Bagian dari bentuk motivasi untuk beribadah. Namun tentu saja, bukan berarti zakat tersebut boleh dilakukan secara serampangan, tanpa mengindahkan ketentuan yang telah digariskan syariat. Sebagaimana kita tidak mungkin memotivasi orang untuk shalat dan shalat, sementara kita tidak mempedulikan cara shalat yang mereka lakukan.

Karena kita tidak ingin, amal kita sia-sia tanpa hasil di sisi Allah.

Allahu a’lam

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits




**| republished by Lentera Kabah
Lentera Kabah

Share this:

Enter your email address to get update from ISLAM TERKINI.

No comments

About / Contact / Privacy Policy / Disclaimer
Copyright © 2015. Berita Lintas Muslim 24 Jam - All Rights Reserved
Template Proudly Blogger