Lanjutan dari Ja’far bin Abi Thalib, Wajah dan Akhlaknya Menyerupai Nabi
Ja’far dan istrinya bergabung dengan kafilah dakwah sejak awal perjalanannya.
Pada saat jumlah kaum muslimin semakin bertambah di Makkah, orang-orang kafir Quraisy merasa bahwa keadaan itu semakin membahayakan bagi mereka, sehingga mereka mulai menyiksa kaum muslimin dan memenjarakan mereka dengan tujuan menimpakan fitnah terhadap agama mereka.
Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam meminta mereka untuk berhijrah ke Habasyah, karena di sana terdapat seorang raja dari ahli kitab yang tidak ada seorang pun terzhalimi di bawah kekuasaannya.
Rombongan pertama dari kaum muhajirin terdiri dari sebelas orang laki-laki dan empat orang wanita.
Namun tidak lama kemudian mereka kembali ke Makkah setelah mendengar kabar bahwa siksaan orang-orang musyrik kepada kaum muslimin telah berkurang, sehingga mereka dapat hidup dengan tenang.
Akan tetapi, begitu sampai di pintu Makkah, mereka segera menyadari kebohongan semua itu; bahkan begitu kembali mereka segera memperoleh siksaan yang lebih berat dari kaum kaum kafir Quraisy.
Kemudian kembalilah rombongan muhajirin menuju Habasyah, dan yang terdepan adalah Ja’far bin Abi Thalib yang menjadi pemimpin mereka, dan sekaligus menjadi juru bicara mereka dan juga atas nama Islam.
Mereka pun tinggal dengan tenang di bawah pemerintahan Raja Najasyi. Untuk pertama kalinya mereka merasakan keamanan.
Mereka dapat merasakan nikmatnya ibadah tanpa merasa takut terhadap ancaman apapun. Ketika Ja’far masuk menemui Najasyi, ia memberi salam kepadanya. Lalu para pengikut Najasyi berkata,
“Mengapa engkau tidak bersujud kepada raja?”
Ja’far berkata, “Sesungguhnya kami hanya bersujud kepada Allah.”
Orang-orang pun lantas bertanya, “Mengapa demikian?”
Ja’far menjawab,
“Sesungguhnya Allah telah mengutus seorang Rasul di tengah-tengah kami, dan beliau memerintahkan kami untuk tidak bersujud kecuali kepada Allah, dan beliau juga memerintahkan kami untuk menegakkan shalat dan menunaikan zakat.”
Allahu Akbar! Allah Maha Besar!
Sebuah kata-kata yang jujur, sikap yang teguh, dan pembelaan terhadap akidah! Ja’far sama sekali tidak ragu, dan tidak pula merasa bimbang dalam menjelaskan pemahaman agama yang hak.
Demikianlah kebesaran itu terlihat pada seorang muslim yang tulus, dan pada diri seorang mukmin yang benar-benar beriman.
[Abu Syafiq/BersamaDakwah]
Berlanjut ke Ja’far bin Abi Thalib, Wajah dan Akhlaknya Menyerupai Nabi (Bagian 3)
Lentera Kabah
No comments