logo blog

Benarkah Putri Diana Sengaja ‘Dibunuh’ Agar Tak Menikahi Seorang Muslim?

Benarkah Putri Diana Sengaja ‘Dibunuh’ Agar Tak Menikahi Seorang Muslim?




London- Tak hanya awal mula perselingkuhan Putri Diana dengan Kapten James Hewitt dari Household Calvary yang terlontar dari bibir Ken Wharfe — seorang perwira Inggris yang ditugaskan untuk mengawal mantan istri Pangeran Charles itu. 

Sangbodyguard juga mengungkap rahasia detik-detik terakhir Lady Di — dan fakta di balik kejadian tragis yang menimpanya.
Putri Diana tutup usia secara dramatis. Kala itu, pada 31 Agustus 1997, ia meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan mobil di terowongan Paris, Prancis. Nyawa kekasihnya, Dodi Al Fayed juga ikut melayang.
Pada saat bersamaan, Ken Wharfe sedang berbaring di sebuah pondok liburan di Dorset, Inggris. Malam itu cuaca sungguh gerah. Waktu pun berlalu, dini hari sekitar pukul 04.00, ketenangannya pecah oleh suara getaran pager. Sesuai pesan, ia kemudian segera mengontak pimpinan Royalty And Diplomatic Protection Department, Dai Davies.
“Aku punya berita buruk,” kata Davies kala itu, tanpa basa-basi. Namun, apa yang kemudian disampaikannya bak petir di siang bolong. “Princess of Wales tewas dalam kecelakaan lalu lintas di Prancis malam tadi.”
Hati Wharfe hancur. “Putri, yang keselamatannya aku jaga selama beberapa tahun, terbaring tak bernyawa di rumah sakit di Paris,” kata dia dalam memoarnya, seperti dikutip dari Daily Mail, Kamis (11/8/2016).
Kecelakaan itu sungguh disayangkan. Wharfe telah menjaga keselamatan Diana selama hampir 6 tahun, dan nyaris tak ada insiden berarti selama itu. Sementara, pengawalnya di Prancis, Trevor Rees-Jones baru di sisi sang putri selama beberapa pekan.
Dan, meski luka parah, nyawa Rees-Jones selamat gara-gara kantong udara yang mengembang di depannya. Sementara, Diana, Dodi Fayed, dan sopir mereka Henri Paul meninggal dunia. Ketiga korban tewas tak memakai sabuk pengaman saat kecelakaan.
“Tak terkira rasa marah yang kurasakan pada tim yang mengawal Diana, yang membiarkannya dalam bahaya,” kata dia.




Menurut Wharfe, Rees-Jones adalah pengawal yang direkrut keluarga Fayed untuk menjaga Diana di Prancis. Mantan tentara itu belum pernah mendapat pelatihan untuk menjaga Keluarga Kerajaan Inggris. Ia bahkan tak pernah mendapat pembekalan dari Skotland Yard atau Markas Kepolisian Metropolitan London.
“Peran utama dari seorang pengawal adalah menggunakan kecerdasan, insting, untuk menjaga pihak yang mereka kawal dari bahaya dan menjauhi konfrontasi,” kata dia.
Ia menambahkan, Trevor Rees-Jones kurang memahami cara kerja pemburu foto-foto sensasional atau paparazzi. Otaknya masih otak tentara. “Ia menganggap pers sebagai ‘musuh’ dan mengira para fotografer sebagai ‘sniper’ — lensa kamera mereka seakan selongsong senapan.”
Rees-Jones, tambah dia, mungkin mengira kilatan lampu kamera sebagai berondongan peluru.




Singkatnya, sebagai orang dekat Diana, Ken Wharfe lebih menyalahkan pengawal yang kurang kompeten, yang disewa keluarga Fayed.
Lantas, Bagaimana dengan teori konspirasi yang beredar setelahnya, bahwa kecelakaan tersebut disengaja? Bahwa Putri Diana sejatinya adalah korban plot pembunuhan?
Di tengah duka akibat kepergian Diana, teori konspirasi menyeruak terkait kecelakaan yang merenggut nyawa sang Lady.
Informasi resmi yang beredar,  Mercedes-Benz W140 maut — mobil yang ditumpangi Diana — celaka akibat kesalahan sopir, Henri Paul yang mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi dan dalam kondisi mabuk.
Sebagian lagi menyalahkan para paparazzi. Namun, tak sedikit orang meyakini, nyawa Princess of Wales itu melayang karena dibunuh.
Ayah Dodi, Mohamed Al Fayed mengklaim, kecelakaan tersebut disengaja — oleh sopir mobil Fiat Uno dan pengendara motor yang membutakan mata Paul dengan kilatan kamera.






Menurut Fayed, Keluarga Kerajaan, badan intelijen Inggris dan Amerika Serikat, ada di balik kejadian tragis itu. Diduga, untuk mencegah Diana menikahi seorang Muslim.
Namun, Ken Wharfe tak yakin dengan itu. “Aku mendengar selama bertahun-tahun tentang konspirasi yang disebarkan ayah Dodi, Mohamed Fayed dan para pendukungnya,” kata dia.
Wharfe mengaku mempelajari laporan-laporan resmi terkait kejadian tersebut, termasuk jam-jam terakhir sebelum insiden terjadi.
“Saya bisa mengatakan dengan yakin, berdasarkan pengalamanku selama puluhan tahun sebagai polisi, bahwa kematian Diana bukan pembunuhan melainkan kecelakaan maut yang seharusnya bisa dicegah.”
Diana, kata dia, “bukan korban dari kekuasaan tersembunyi yang menganggap perempuan itu bakal membawa malu (karena menikahi seorang Muslim), melainkan korban dari perilaku ceroboh sang kekasih dan kesalahan pengawalnya.”
Kesalahan pertama, kata Wharfe, adalah pemilihan bodyguard yang dipekerjakan keluarga Fayed — yang tak bisa berkata ‘tidak’ pada orang yang membayar mereka.
“Dodi memerintahkan Henri Paul (yang dalam pengaruh alkohol) untuk menyetir malam itu. Pengawalnya seharusnya pasang badan, menolak membiarkan Diana masuk ke mobil.”
Kedua, Dodi memerintahkan sang sopir untuk menjalankan mobil secepat mungkin. “Rees-Jones seharusnya membantahnya. Seorang petugas perlindungan polisi tidak akan ragu-ragu untuk menolak keinginan Dodi,” tambah dia. “Seandainya saya bersama dengan Diana kala itu, saya akan melakukan intervensi.”
Bagaimana dengan teori bahwa kematian Diana dirancang?
“Menurut saya, itu sulit dipercaya. Pendapat saya sebagai seorang profesional, tak ada bukti yang mendukung teori tersebut,” kata Wharfe.
Ia menambahkan, adalah gagasan yang konyol jika ada yang menyalahkan Ratu Inggris, Perdana Menteri, atau siapapun dalam pemerintahan Britania Raya atas kematian Diana. Sebab, bukan pengawal pribadi mereka yang sedang bersama sang putri kala itu.
Penyelidikan atas kematian Diana sebelumnya dilakukan secara 90 hari dan melibatkan 250 saksi. Kesimpulannya dibacakan dalam sidang 7 April 2008, di mana para juri menampik tuduhan sang putri dan kekasihnya tewas karena dibunuh.
Setelah sidang, pihak Metropolitan Police mengungkap, mereka telah menghabiskan dana 8 juta poundsterling dalam operasi penyelidikan Paget tahun 2004-2006.
Mantan Kepala Metropolitan Police, Lord Stevens pada 2006 juga menolak klaim pembunuhan yang disuarakan sejumlah orang, termasuk ayah Dodi, Mohamed al Fayed.
Mantan petinggi polisi Inggris itu membantah bahwa Diana dibunuh oleh mata-mata Britania Raya, atau suruhan suami Ratu Elizabeth, Duke of Edinburgh,  juga dugaan bahwa Diana dalam kondisi hamil atau bertunangan dengan Dodi.
Operasi Paget menyimpulkan hal yang sama yang disampaikan penyelidik Prancis pada 1999, bahwa sopir Henri Paul mengemudi dalam kecepatan tinggi dalam kondisi mabuk. Lord Stevens mengatakan, tuduhan bahwa Diana dibunuh “tidak berdasar”.

Ramalan Kematian Diana

Apapun, sebuah babak dalam kehidupan Diana memicu tanda tanya. Sebelum maut menjemput pada Oktober 1996, kematian Princess of Wales itu konon telah diramalkan oleh dirinya sendiri.
Ia dikabarkan sempat menuliskan surat kepada seorang temannya, Paul Burrell. Dalam petikan tulisannya, ia mengaku dalam bahaya.
“Charles merencanakan kecelakaan mobilku, kegagalan rem dan cedera kepala serius. Untuk memberikannya jalan agar Charles bisa menikah lagi,” demikian petikan surat Diana yang tersebar di banyak media kala itu.





Sekitar 10 bulan setelah surat itu, Diana pun terlibat kecelakaan tragis yang merenggut nyawanya pada 31 Agustus 1997. Ramalan tentang kematiannya pun disebut-sebut menjadi kenyataan: PutriDiana dan kekasihnya Dodi Al Fayed tewas. Sopirnya, Henri Paul pun tewas dalam insiden itu.
Kecelakaan mobil tragis di Paris merenggut nyawanya, saat tengah menghindari kejaran juru foto yang terus memburu gambarnya setelah berpisah dengan pewaris takhta kerajaan Inggris, Pangeran Charles.


Sebuah penyelidikan di Prancis pada tahun 1999 menyalahkan sang sopir, Paul. Karena mengemudi dalam keadaan mabuk dan ugal-ugalan, setelah mengonsumsi obat-obatan terlarang dan alkohol. Terungkap setelah otopsi, tingkat alkohol dalam darahnya tinggi dan ada sisa obat anti-depresan dalam tubuhnya.
Belum ada penyelidikan di Inggris. Tapi para pejabat di daerah Inggris selatan, Surrey, di mana Fayed tinggal, sudah melakukan pemeriksaan. Tak ada komentar dari pihak kerajaan terkait hal itu.
Kisah tragis kematian Diana yang meninggal pada usia 36 tahun itu kemudian diangkat ke dalam sebuah film. Berjudul ‘Unlawful Killling’.
Adegan yang memancing kontroversi pun muncul dalam film itu, ketika gambar grafis hitam putih yang menunjukkan wajah Diana dan Dodi Al Fayed sesaat setelah kecelakaan mobil di Paris tengah meregang nyawa.
Film tersebut diputar di seluruh dunia, namun tidak di tempat kelahiran Putri Diana di Inggris.
Liputan6.com
ADW/NDI

**| republished by Lentera Kabah
Lentera Kabah

Share this:

Enter your email address to get update from ISLAM TERKINI.

No comments

About / Contact / Privacy Policy / Disclaimer
Copyright © 2015. Berita Lintas Muslim 24 Jam - All Rights Reserved
Template Proudly Blogger