Oleh: Habieb Riziq Shihab
KEEMPAT nama ini menjadi trending topik di media sosial tanah air maupun dunia. Mereka adalah Tantowi-Liliana, Rio Hariyanto dan Musa. Keempat anak bangsa ini telah sama-sama berjuang menjadi yang terbaik di dunia dalam pertarungan di medan mereka masing masing.
Tantowi Liliana di bidang bulutangkis, Rio sang pembalap juga bertarung menjadi manusia tercepat di dunia, Musa sang hafidz berjuang menjadi penghapal Al-Qur’an terbaik di dunia.
Namun perlakuan kepada keempatnya sangat berbeda.
TANTOWI – LILIANA
Usai meraih medali Emas cabang bulutangkis di Olimpiade Brazil, media begitu gegap gempita mempublikasikan kemenangan Tantowi-Liliana ini. Beberapa media bahkan menyebut keduanya sebagai pahlawan.
Setibanya di tanah air, keduanya pun memang disambut bak pahlawan yang baru pulang dari medan perang dengan kemenangan besar. Keduanya diarak keliling jalanan Ibu Kota. Luar biasa.
Tidak sampai di situ, pemerintah juga memberikan hadiah uang masing-masing senilai 5 milyar. Keduanya juga dijanjikan akan mendapat tunjangan sebesar masing-masing 20 juta setiap bulan selama seumur hidup. Selain itu, masih ada hadiah lainnya, yaitu keduanya mendapat fasilitas gratis naik pesawat armada tertentu ke seluruh dunia selama seumur hidup.
RIO HARYANTO
Rio Haryanto sang pembalap, juga begitu gegap gempita, asa kemenangan begitu tinggi walau sebenarnya tidak pernah memulai pitcnya di 10 besar pada saat start. Dengan dukungan dana yang melimpah, yaitu 15 juta euro (Sekitar 225 milyar rupiah), yang diberikan para sponsor (Pertamina, Garuda Indonesia, dan lain sebagainya) wajarlah jika harapan memenangkan pertarungan di aspal ini begitu tinggi.
MUSA
Perkenalkan, namanya Musa, usianya 7 tahun, kelahiran Bangka Barat. Soal prestasi, Musa tidak kalah membanggakan dibanding dengan Tantowi-Liliana serta Rio Haryanto.
Musa cilik ini pernah mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional. Ia menjadi juara terbaik ke-3 dalam kompetisi penghafal Al-Qur’an tingkat DUNIA.
Musa meraih prestasi membanggakan itu dengan kegigihan dan kesederhanaam. Tidak ada sponsor, tidak ada 15 juta euro, tidak ada imbalan 5 milyar, tidak ada tunjangan 20 juta perbulan seumur hidup, serta tak ada bonus-bonus menggiurkan lainnya.
Mediapun tidak pernah menyebut Musa sebagai pahlawan. Boro-boro menyebut pahlawan, diliput saja tidak. Sunyi senyap dari pemberitaan media nasional. Seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Miris!
Ketidakadilan sedang berlangsung di negeri ini, dalam berbagai sudut kehidupan sosial masyarakat. Begitu pula media yang hanya memberitakan apa yang sesuai dengan kepentingannya.
Berita kemajuan tentang Islam telah menjadi anak tiri di negeri muslim terbesar di dunia. Innaalillahi!
**| republished by Lentera Kabah
Lentera Kabah
No comments