Pertanyaan:
Setelah menguburkan mayat, biasanya ada beberapa orang yang membaca surat Yasin dari mushaf al-Quran di kuburan. Kemudian mereka menancapkan sebatang pohon di atas kuburan tersebut, misalnya pohon kaktus, dan juga menanam biji gandum di atas permukaan kuburan, dengan argumen bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah meletakkan yang seperti itu (yakni pelepah pohon kurma, penerj.) di atas dua kuburan dari sahabatnya. Maka bagaimanakah hukum perbuatan tersebut?
Jawaban:
Setelah memakamkan orang yang telah mati dan pada saat sedang memakamkannya, tidak disyariatkan membaca surat Yasin dan surat-surat dalam al-Quran lainnya di kuburan. Adapun (alasan) tidak disyariatkannya membaca al-Quran di kuburan-kuburan ini, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Khulafaur Rasyidin belum pernah mengerjakan hal itu. Demikian pula, tidak disyariatkan mengumandangkan adzan dan iqamat di kuburan. Bahkan semua itu adalah perbuatan bid’ah!
Diriwayatkan dengan shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau pernah bersabda,
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan, padahal amalan itu tidak pernah kami perintahkan, maka amalannya itu tertolak.” (HR. Imam Muslim, dalam kitab Shahih-nya)
Demikian juga, tidak disyariatkan menanam pohon apa pun di atas kuburan-kuburan. Apakah itu pohon kaktus maupun pohon-pohon lainnya. Tidak disyariatkan pula menaburinya dengan biji gandum atau pun biji-biji yang lain, sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Khulafaur Rasyidin belum pernah melakukan perbuatan tersebut pada kuburan-kuburan (zaman dahulu).
Adapun yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan terhadap kedua kuburan, yang Allah perlihatkan kepada beliau siksaan yang dialami oleh penghuninya, berupa menancapkan pelepah daun kurma, maka hal ini hanya khusus beliau lakukan terhadap kedua kuburan itu saja, sebab beliau tidak pernah melakukan perbuatan yang sama terhadap selain kedua kuburan tersebut. Padahal, (prinsipnya) kaum muslimin itu tidak boleh mengada-adakan sesuatu yang baru untuk bertaqarrub (mendekatkan diri kepada Allah) yang tidak pernah disyariatkan oleh Allah, berdasarkan hadits di atas dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala berikut ini,
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاء شَرَعُوا لَهُم مِّنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَن بِهِ اللَّهُ
“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?” (QS. asy-Syura: 21).
Wa billahit taufiq (petunjuk hanya berasal dari Allah).
Sumber: Fatwa-Fatwa Seputar Kubur, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baaz, Al-Qowam.
**| republished by Lentera Kabah
Lentera Kabah
No comments